Minggu, 23 Januari 2011

Sebatas angan ...


Boja, 1 maret 1991


Tuhan, kapan Kau ijinkan lagi aku menapaki gunungMu ?
Aku rindu dinginnya yang menusuk
Ingin terhanyut dalam sepi yang larut dalam gerimis menebar
Melihat fajar pagi yang pertama,
Merasakan panasnya yang perlahan menghangat dan membakar
Aku ingin merasakan kuat kuasaMu dalam alam raya
dan menyadari maha hebat Engkau , maha besar Engkau Tuhan
Akankah hanya sebatas angan ?....



ditulis lagi : 23 jan 2011

Apa yang dicari? ( lanjutan si Sumbing )

Di ketinggian lebih ari 3 ribu meter itu, suasana hening menyelimuti, kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Sebenarnya apa yang dicari dalam pendakian sebuah gunung. Kepuasankah ? Kalau hal itu benar mengapa pendakian yang satu selalu diikuti pendakian berikutnya, seorang pendaki tidak pernah puas pada satu gunung, selalu mencari dan mencari yang lainnya. Kebebasan, kebanggaan, kebahagiaan .. entah apalagi menyatu dalam rasa ketika kaki ini diijinkan dapat berdiri di puncakan gunung. Nikmat sekali ...
Keinginan untuk terus diam dalam saaat-saat itu, tapi waktu terus bergulir, kesadaran lain menghentakku dengan kuatnya , kami harus segela kembali ! Enggan rasanya untuk turun gunung, karena sekian banyak pengorbanan dan usaha yang harus dijalani hanya untuk mencapai puncak gunung dan hanya bisa menikmatinya dalam waktu sesaat.
Bagaimanapun, harus kembali.. karena perjuangan yang sebenarnya ada di bawah sana, di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
Pulang, melalui jalan yang tadi , lebih jelas dapat meneliti medan yang dilalui. Satu harap didalam dada : kiranya Tuhan masih mengijinkanku untuk menapaki gunung-gunungNya di kesempatan berikutnya.
Selesai.
Ditulis ulang pada Januari 2011, mengingat kebaikan teman2 : Aan, Ary, Adji dkk. dan kupersembahkan untuk suami tercinta ( setiyanto ) dan 3 anakku yang kukasihi ( dani, yona, nanda ).

Kamis, 20 Januari 2011

Legenda Sumbing


Berseberangan dengan puncak Sumbing, Gunung Sindoro tampak angkuh, tegar dan layaknya gadis yang cemberut namun tetap menarik. Alur-alur lerengnya terpahat tegas, demikian juga punggungan-punggungan gunungnya.Puncak Sumbing memang tidak seruncing puncak kembarannya Sindoro, tetapi lebih datar. Terdapat kawah mati ditengan puncaknya. Sumbing merupakan bekas gunung aktif, karena letusan vulkanik maka puncaknyapun runtuh dan masuk kedalam kawahnya , menghasilkan bentuk puncak seperti terpahat, orang jawa mengatakan : Sumbing.
Menurut legenda setempat, dahulu gunung Sumbing mempunyai puncak kerucut yang sangat tinggi. Karena terlalu tinggi dikhawatirkan akan mencapai istana para Dewa yang terletak diatas langit. Oleh sebab itu Sang Hyang Dewa mengutus anak buahnya para dewa untuk memotong puncak gunung tersebut. Potongan puncakan gunung Sumbing tersebut diletakkan ditengah-tengah antara Sumbing dan Sindoro serta dinamakan gunung Tarangan. Sebab itulah asal muasal nama Sumbing , dari kata suwing ( jawa ) yang artinya terpotong.Menurut legenda pula, Sumbing dan Sindoro merupakan sepasang jodoh seperti layaknya manusia.
Berjalan melewati batu-batu besar yang memagari kawahnya, kami mencari tempat yang enak untuk meletakkan badan. Rencana untuk turun kekawah batal dilakukan karena angin terlallu kencang bahkan makin kencang dan dingin yang membuat badan kami malas bergerak.

Puncak Sumbing ( 3371 meter dpl ) pk. 08.30


Sampai puncak dengan selamat !!
Perasaanku barangkali sama dengan para pendaki yang lainnya,... bila sampai puncak, berbagai rasa bergejolak didalam dada, senang, terharu, bangga tapi juga merasa kecil berada disuatu bagian alam yang maha luas. sulit untuk dijelaskan, sungguh !
Dari puncak, melepas pandang ke bentangan alam, menumbuhkan kekaguman yang amat sangat, berbagai keajaiban alam dapat ditangkap maata, telinga tetapi otak tidak dapat mengartikannya secara keseluruhan.. Satu hal yang pasti, Puji dan Hormat layak dipersembahkan kepada Tuhan sang pencipta alam semesta, bumi dan seluruh isinya, sang pengatur yang jmaha sempurna.Tepat seperti syair lagu pemazmur Daud yang menyatakan : "Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya ". Maha Besar Tuhan Allahku, terimakasih Tuhan , Kau beriku kesempatan menapaki gunung-gunungMu.
Langit membiaskan spektrum biru cahaya matahari , awan bertaburan, putih diangkasa, angin yang semilir berhembus semakin menggigilkan badan walaupun sang matahari sudah nyata-nyata memancarkan panasnya.
Pandangan sedikit kebawah nampak kehijauan hutan, ladang dan persawahan diselingi kilap-kilap air sungai, sawah dan tetes-tetes embun pagi yang tertimpa sinaar matahari bagaikan kilau logam terasah tertimpa cahaya.

Lumut, Edellweiss ....

Lumut -lumut tumbauh dengan subur dan lebat pada dinding tebing. Lumut tersebut mampu menyimpan air baik air hujan maupun tetesan embun dari udara. Ketika kami dapati, lumut-lumut tersebut meneteskan air, tetes-tetesnya bergabung jadi satu dan jadilah aliran kecil, rupanya rumpun lumut tersebut sudah tidak mampu lagi meresapkan tetes embun yang menghinggapinya hingga melepaskannya begitu saja. Inilah cadangan air minum bagi para pendaki pabila kehabisan bekal minumnya.
Setelah melewati tebing-tebing itu, medan yang ditempuh mulai menanjak, tanah tidak lagi sekeras sebelumnya dan mudah hancur. Tanaman Edellweiss tumbuh banyak di area itu tetapi saat itu belum waktunya berbunga, kalaupun masih ada yang berbunga itu adalah sisa musim bunga yang lalu, bentuk dan warnanya pun sudah tidak seindah biasanya. Selain edellweiss ada tumbuhan ciri khas gunung, namanya aku tidak tahu, biasanya tumbuh menggerombol mempunyai dahan bercabang banyak, berdaun kecil tebal. Warna daun yang hijau segar berpadukan warna merah yang menghiasi pinggiran daun juga ranting-rantingnya. Sementara bunga maupun buahnya berwarna merah menyala, menyolok mata. Ada juga jenis tumbuhan lain yang lain dan khas tanaman gunung, tanaman ini tingginnyaa sekitar satu-dua meteran, batangnya maupun ranting berwarna coklat dan kasar, sementara daunnya mirip kemlandingan. Uniknya diantara batang-batang tersebut sering dijumpai batang-batang yang menggelembung,

Selasa, 18 Januari 2011

Bangun !! .... Ke puncak ( lanjutan Si Sumbing )


Rasanya baru sebentar tidur, masih mengantuk benar,,,,tapi ketika aku terjaga langit sudah terang, semangat untuk ke puncak Sumbing terpacu kembali mengalahkan sisa-sisa kantuk yang ada. Beres-beres barang bawaan masing-masing dan ..... astaga ! ternyata tempat tidur kami semalam kotot sekali, sampah bertebaran di mana-mana, minuman kemasan, bungku roti, kertas, plastik sampai sepatu tinggal sebelah ada, menghiasi tempat itu. Syukurlah kami tadi malam dapat terlelap tanpa merasa tidur di atas sampah.
Wajah-wajah kembali cerah secerah cuaca pagi 20 november, waktu sembahyang bagi yang muslim sementara yang lain asyik nampang di depan kamera berlatar belakang kembaran Sumbing yaitu gunung Sindoro. Sindoro namapak cantik sekali dengan latar langit merah muda berpadu biru muda kontras dengan ketegasan kokoh dan dinginnya Sindoro. Puncak Sumbing sendiri tidak dapat dilihat karena terhalang tebing-tebing yang tinggi. Salah satu tebing mempunyai ceruk yang cukup dalam bisa untuk tempat masak atau sekedar tempat istirahat yang bebas dari terpaan angin. Ada juga batu-batu dengan bentuk kotak mulus sehingga tempat tersebut dinamakan Watu Kotak. Berjalan di daerah waktu kotak, harus jeli karea medannya merupakan punggungan gung sedang angin kadang-kadang tidak bersahabat, dengan semburannya dapat menggoyahkan apa saja yang menghadang. Ada satu tebing bila dilihat dari salah satu sisi mirip relief sebuah kapal sehingga orang-orang menamainya Watu Kapal